Sabtu, 30 April 2022

Perencanaan Pengembangan Kurikulum berdasarkan KKNI versus Pengembangan Kurikulum berdasarkan “Kurikulum Merdeka”

 

Perencanaan Pengembangan Kurikulum berdasarkan KKNI versus Pengembangan Kurikulum berdasarkan “Kurikulum Merdeka”

 

 

Nama Kelompok:

Achmad Yunus Arbiyan (yunuspapanyavelo@gmail.com) Ratih Sulistyowati

(ratihsulistyowati13@gmail.com), Ari Edi Handayani (arieedihandayani@gmail.com)

 

PENGAMPU MATA KULIAH: Dr. Drs. Achmad Noor Fatirul, ST., M.Pd.

e-mail: anfatirul@unipasby.ac.id

 

ABSTRAK

 

Pembelajaran di Indonesia hingga saat ini masih dianggap belum maksimal. Pembelajaran di sekolah memberikan dampak pada pendidikan di Indonesia. Pendidikan harus dapat menyikapi dan mengantisipasi perkembangan liberalisasi pasar kerja dan perkembangan masyarakat berbasis ilmu pengetahuan. Pengembangan kerangka  kualifikasi  di  tingkat  nasional  yang kemudian diberi nama Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia atau disingkat dengan KKNI dan pengembangan kurikulum merdeka terus dilakukan dan dikaji untuk dijadikan solusi dalam mengatasi permasalahan kurikulum di Indonesia. Metode yang kami gunakan dalam pencarian literatur adalah melalui buku dan pencarian situs yang ada kaitannya dengan permasalahan kurikulum. Hasil yang kami peroleh dalam menuntaskan masalah kurikulum di Indonesia adalah dengan mengkaji pengembangan kurikulum berdasarkan KKNI dan berdasarkan kurikulum merdeka yang notabene memiliki kesamaan dalam pengembangannya. Program kurikulum harus disusun dan mengandung materi sosial budaya dalam masyarakat. Ini bukan hanya dimaksudkan untuk membudayakan anak didik, tetapi sejalan dengan usaha mengawetkan kebudayaan itu sendiri. Prinsip dasar yang dikembangkan dalam KKNI adalah menilai unjuk kerja seseorang dalam aspek-aspek  keilmuan,  keahlian  dan  keterampilan  sesuai  dengan  capaian  pembelajaran (learning outcomes) yang diperoleh melalui proses pendidikan, pelatihan atau pengalaman yang  telah  dilampauinya,  yang  setara  dengan  deskriptor  kualifikasi  untuk  suatu  jenjang tertentu. Salah satu orientasi kurikulum merdeka belajar adalah OBE. OBE adalah proses pendidikan yang berfokus pada pencapaian hasil konkret yang ditentukan (pengetahuan yang berorientasi pada hasil, kemampuan dan perilaku). pengembangan kurikulum berdasarkan KKNI dan berdasarkan kurikulum merdeka memiliki kecenderungan yang sama yakni mempersiapkan peserta didik untuk siap menghadapi dunia kerja dan tantangan jaman di dunia industry.

 

PENDAHULUAN

 

Globalisasi yang terjadi pada abad ini berakibat pada perubahan keseluruhan kehidupan bermasyarakat, tidak terkecuali sektor pendidikan. Pada era ini, pendidikan harus dapat menyikapi dan mengantisipasi perkembangan liberalisasi pasar kerja dan perkembangan masyarakat berbasis ilmu pengetahuan. Mobilitas mahasiswa dan tenaga kerja antar negara juga memberikan tantangan bagi dunia pendidikan untuk melakukan komparasi mutu antar negara. Kesetaraan sistem kualifikasi antar negara akan memberikan mobilitas yang lebih luas, menciptakan pengakuan kesetaraan internasional terhadap ijazah atau sertifikat kompetensi yang dihasilkan oleh institusi pendidikan dan pelatihan, serta akan mempermudah pertukaran pelajar, mahasiswa atau pakar.

Pembelajaran di Indonesia hingga saat ini masih dianggap belum maksimal. Pembelajaran di sekolah memberikan dampak pada pendidikan di Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara lain, pendidikan di Indonesia masih sangat jauh. Pendidikan merupakan hal yang berkaitan dengan sistem kurikulum yang dijalankan. Kemerosotan pendidikan di Indonesia yang tertinggal dari negara lain, sangat erat kaitannya dengan masalah-masalah kurikulum yang dijalankan oleh para tenaga pendidik dan Mendiknas. Untuk memajukan kembali pendidikan di Indonesia, maka kita harus terlebih dahulu mengetahui masalah-masalah yang telah dihadapi oleh kurikulum Indonesia. Setelah itu, barulah kita mampu mencari solusi untuk memecahkan masalah kurikulum di Indonesia. pengembangan sistem kesetaraan kualifikasi dari semua luaran pendidikan dan pelatihan di Indonesia harus dapat mengantisipasi 4 (empat) hal pokok yaitu  (1)  sinkronisasi kebijakan lintas  kementerian serta  antar  lembaga atau  asosiasi  yang terkait dengan ketenagakerjaan (2) penyelarasan mutu capaian pembelajaran dari institusi atau lembaga penyelenggara pendidikan dan  pelatihan (3)  koordinasi dan sinkronisasi lembaga- lembaga penjaminan mutu yang telah ada maupun yang akan dikembangkan kemudian (4) menjamin terbentuknya kerjasama dan komunikasi yang berkesinambungan antar stakeholders ketenagakerjaan di Indonesia. Permasalahan lain yang dihadapi oleh para pemaengku kepentingan adalah mengimplementasikan sistem pendidikan di Indonesia yang menganut Sistem Terbuka (UU No. 20  Tahun  2003  tentang  Sistem  Pendidikan  Nasional  pasal  12  ayat  (1)  huruf  e  dan  f). Berdasarkan Sistem Terbuka, pendidikan harus diselenggarakan dengan fleksibilitas dalam pemilihan jalur pendidikan dan waktu penyelesaian program lintas satuan atau jalur pendidikan (multi  entry-multi exit  system). Peserta didik  dapat  belajar  sambil bekerja serta  mengikuti pembelajaran tatap muka atau jarak jauh. Pelaksanaan mandat undang-undang tersebut menimbulkan konsekuensi untuk memberi peluang seluas-luasnya bagi setiap individu untuk memperoleh kesetaraan jenjang kualifikasi melalui setiap jalur atau berpindah jalur pendidikan sesuai dengan pilihanya masing-masing.

Menanggapi  berbagai  permasalahan  dan  tantangan  ke  depan  yang  akan  dihadapi  oleh Indonesia di sektor pendidikan dan ketenagakerjaan tesebut maka pada akhir Tahun 2009 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi KEMENDIKBUD, melalui kegiatan yang dikembangkan di dalam  lingkungan  Direktorat  Pembelajaran  dan  Kemahasiswaan  (BELMAWA),  mengambil inisiatif yang sejalan dengan gagasan Direktorat Bina Instruktur dan Tenaga Kepelatihan, KEMENNAKERTRANS    untuk  mengembangkan kerangka  kualifikasi  di  tingkat  nasional  yang kemudian diberi nama Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia atau disingkat dengan KKNI.

Tantangan yang dihadapi perguruan tinggi dalam pengembangan kurikulum apalagi di era Industri 4.0 -- adalah menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan literasi  baru, yakni literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia yang berporos kepada berakhlak mulia. Salah satu upaya untuk menjawab tantangan tersebut adalah lahirnya  kebijakan  hak  belajar  bagi  mahasiswa  di  luar  program  studi  (Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Pendidikan Tinggi). Kebijakan yang populer dengan nama Merdeka Belajar-Kampus Merdeka dimaksudkan untuk mewujudkan proses pembelajaran  di  perguruan  tinggi  yang  otonom  dan  fleksibel  sehingga  tercipta  kultur belajar yang inovatif, tidak mengekang, sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. mendorong mahasiswa untuk menguasai berbagai keilmuan yang berguna untuk memasuki dunia kerja, serta memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menentukan mata kuliah yang akan diambil. Kebijakan ini juga bertujuan untuk meningkatkan link and match dengan dunia usaha dan dunia industri, serta untuk mempersiapkan mahasiswa dalam dunia kerja sejak awal.

Dari sini penulis mencoba untuk melakukan perbandingan antara pengembangan kurikulum berdasarkan KKNI dan pengembangan kurikulum berdasarkan Kurikulum Merdeka.

 

 

METODE

 

Metode yang kami gunakan dalam pencarian literatur adalah melalui buku yakni diambil dari bahan ajar buku berjudul perencanaan dan pengembangan kurikulum karya Dr. Drs. Achmad Noor Fatirul, ST, M.Pd. ini kami lakukan karen didalam buku tersebut sangatlah lengkap dan komplek dalam pembahasan permasalahan, perencanaan dan pengembangan kurikulum. Kami juga menggunakan internet baik berupa slide share maupun situs yang berkaitan dengan pengembangan kurikulum yang berdasarkan KKNI dan kurikulum merdeka. Ini kami lakukan untuk menambah wawasan kami terkait dengan judul diatas sehingga kami mampu untuk membandingkan kedua pengembangan kurikulum tersebut.

 

HASIL

 

Selama  periode  pengembangan konsep-konsep  dasar  KKNI  tersebut,  pihak-pihak  di  dalam lingkungan KEMENDIKBUD dan KEMENNAKERTRANS serta pihak-pihak lain yang terkait seperti misalnya asosiasi industri,  asosiasi profesi, badan  atau  lembaga sertifikasi  profesi,  institusi pendidikan dan pelatihan tingkat menengah dan tinggi, badan atau lembaga akreditasi, telah diikutsertakan secara intensif untuk menjamin terciptanya suatu landasan pengembangan KKNI yang handal dan komprehensif. KKNI diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2012. KKNI merupakan perwujudan mutu dan jati diri bangsa Indonesia terkait dengan sistem pendidikan nasional, sistem pelatihan kerja nasional dan sistem penilaian kesetaraan nasional, yang dimiliki Indonesia untuk menghasilkan sumberdaya manusia  dari capaian pembelajaran, yang dimiliki setiap insan pekerja Indonesia dalam menciptakan hasil karya serta kontribusi yang bermutu di bidang pekerjaannya masing-masing. Pengembangan kurikulum berdasarkan kurikulum merdeka pun menjadikan solusi dalam mengatasi permasalahan kurikulum di Indonesia.

 

PEMBAHASAN

 

Begitu banyak masalah-masalah kurikulum dan pembelajaran yang dialami Indonesia. Masalah-masalah ini turut andil dalam dampaknya terhadap pembelajaran dan pendidikan Indonesia. Berikut ini adalah beberapa masalah kurikulum : 1) Kurikulum Indonesia Terlalu Kompleks. Siswa akan terbebani dengan segudang materi yang harus dikuasainya. Siswa harus berusaha keras untuk memahami dan mengejar materi yang sudah ditargetkan. Hal ini akan mengakibatkan siswa tidak akan memahami seluruh materi yang diajarkan. Siswa akan lebih memilih untuk mempelajari materi dan hanya memahami sepintas tentang materi tersebut. Dampaknya, pengetahuan siswa akan sangat terbatas dan siswa kurang mengeluarkan potensinya, daya saing siswa akan berkurang. Selain berdampak pada siswa, guru juga akan mendapat dampaknya. Tugas guru akan semakin menumpuk dan kurang maksimal dalam memberikan pengajaran. Guru akan terbebani dengan pencapaian target materi yang terlalu banyak, sekalipun masih banyak siswa yang mengalami kesulitan, guru harus tetap melanjutkan materi. Hal ini tidak sesuai dengan peran guru. 2) Sering Berganti Nama. Kurikulum di Indonesia sering sekali mengalami perubahan. Namun, perubahan tersebut hanyalah sebatas perubahan nama semata. Tanpa mengubah konsep kurikulum, tentulah tidak akan ada dampak positif dari perubahan kurikulum Indonesia. 3) Kesulitan Guru dalam memahami Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Kesulitan yang paling banyak dikeluhkan oleh para guru adalah mengenai pemahaman tentang Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD).4) Guru Merasa Kurang Dilatih untuk Melaksanakan Kurikulum 2013 dalam Kegiatan Pembelajarannya. Para guru Sekolah Menengah Atas (SMA) merasa kebingungan karena semula hanya tiga mata pelajaran saja yang menggunakan kurikulum 2013 yaitu matematika, bahasa Indonesia, dan sejarah namun tiba-tiba kurikulum 2013 diterapkan untuk semua mata pelajaran padahal guru-guru lain selain matematika, bahasa Indonesia, dan Sejarah belum dilatih bagaimana menerapkan kurikulum 2013 pada mata pelajaran yang diampunya. 5) Belum Adanya Silabus Final Mengakibatkan Kesulitan dalam Pembuatan RPP. Selain itu, dokumen silabus final belum diterima oleh para guru, padahal dalam pembuatan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dasarnya adalah silabus. 6) Keluhan Tentang Keterurutan Materi Pelajaran. Keluhan umum para guru ialah mengharapkan ada perbaikan dalam susunan urutan pengajaran materi yang ada di buku ajar. “Banyak yang menilai susunan urutan pengajaran materi tiap minggunya yang tercantum di buku ajar perlu diperbaiki”. Keluhan ini paling banyak muncul dari para guru SMA dan SMK. Pada kenyataannya, karena adanya perbedaan kemampuan dan pengetahuan guru, belum semua guru mampu mengembangkan kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk mengamati fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan materi pelajarannya. Hal inilah salah satunya yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan kurikulum 2013. Oleh karena itu, sangat perlu bagi masing-masing sekolah mengadakan kegiatan : 1) Mengubah paradigma dari pengajaran yang berbasis sistetik-materialistik menjadi religius. Solusi ini menunjukan akan berkurangnya kemerosotan moral. Dimana tidak akan ada lagi siswa cerdas yang tidak bermoral. 2) Mengubah konsep awal paradigma kurikulum menjadi alur yang benar untuk mencapai suatu tujuan yang sebenarnya. 3) Melakukan pemerataan pendidikan melalui pemerataan sarana dan prasarana ke sekolah terpencil, sehingga tidak akan ada lagi siswa di daerah terpencil yang terbelakang pendidikan. 4) Menjalankan kurikulum dengan sebaik mungkin. 5) Membersihkan organ-organ kurikulum darin oknum-oknum tak bertanggung jawab. 6) Lesson study ataupun workshop yang membahasa cara mengajarkan kegiatan pembelajaran yang dimaksudkan dalam kurikulum baru. Lesson study merupakan satu upaya meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang dilaksanakan secara kolaboratif dan berkelanjutan oleh sekelompok guru. dengan berkolaborasi guru mampu mengembangkan bagaimana siswa belajar dan bagaimana membelajarkan siswa. Selain itu melalui lesson study guru dapat memperoleh pengetahuan dari guru lainnya atau narasumber. Hal ini diperoleh melalui adanya umpan balik dari anggota lesson study. 7) Pertemuan antar sekolah yang sudah menerapkan kurikulum baru. Dengan adanya forum ini akan terjalin tukar menukar pengalaman tentang pelaksanaan kurikulum baru di masing-masing sekolah. Faktor sosial budaya sangat penting dalam penyusunan kurikulum yang relevan, karena kurikulum merupakan alat untuk merealisasikan sistem pendidikan, sebagai salah satu dimensi dari kebudayaan. Implikasi dasarnya adalah sebagai berikut: 1) Kurikulum harus disusun berdasarkan kondisi sosial-budaya masyarakat. Kurikulum disusun bukan saja harus berdasarkan nilai, adat istiadat, cita-cita dari masyarakat, tetapi juga harus berlandaskan semua dimensi kebuadayaan seperti kehidupan keluarga, ekonomi, politik, pendidikan dan sebagainya. 2) Karena kondisi sosial budaya senantiasa berubah dan berkembang sejalan dengan perubahan masyarakat, maka kurikulum harus disusun dengan memperhatikan unsur fleksibilitas dan bersifat dinamis, sehingga kurikulum tersebut senantiasa relevan dengan masyarakat. Konsekuensi logisnya, pada waktunya perlu diadakan perubahan dan revisi kurikulum, sesuai dengan perkembangan dan perubahan sosial budaya yang ada pada saat itu. Program kurikulum harus disusun dan mengandung materi sosial budaya dalam masyarakat. Ini bukan hanya dimaksudkan untuk membudayakan anak didik, tetapi sejalan dengan usaha mengawetkan kebudayaan itu sendiri. Kemajuan dalam bidang teknologi akan memberikan bahan yang memadai dalam penyampaian teknologi baru itu kepada siswa, yang sekaligus mempersiapkan para siswa tersebut agar mampu hidup dalam teknologi itu. Dengan demikian, sekolah benar-benar dapat mengemban peran dan fungsinya sebagai lembaga modernisasi.

Prinsip dasar yang dikembangkan dalam KKNI adalah menilai unjuk kerja seseorang dalam aspek-aspek  keilmuan,  keahlian  dan  keterampilan  sesuai  dengan  capaian  pembelajaran (learning outcomes) yang diperoleh melalui proses pendidikan, pelatihan atau pengalaman yang  telah  dilampauinya,  yang  setara  dengan  deskriptor  kualifikasi  untuk  suatu  jenjang tertentu. Terkait dengan proses pendidikan, capaian pembelajaran merupakan hasil akhir atau akumulasi proses peningkatan keilmuan, keahlian dan keterampilan seseorang yang diperoleh melalui pendidikan formal, informal atau nonformal. Dalam arti yang lebih luas, capaian pembelajaran juga diartikan sebagai hasil akhir dari suatu proses peningkatan kompetensi atau karir seseorang selama bekerja. Pinsip dasar ini sesuai dengan pendekatan yang dilakukan oleh negara-negara lain dalam mengembangkan kerangka kualifikasi masing-masing. Indonesia menganut unified system atau sistem terpadu. Capaian pembelajaran untuk jenis pendidikan akademik, vokasi maupun profesi untuk jenjang kualifikasi yang sama atau setara, bahkan dapat disetarakan dengan hasil pendidikan nonformal atau informal, mendapat perhatian dalam KKNI. Oleh karena itu, KKNI di Indonesia disusun sebagai satu kesatuan kerangka kualifikasi untuk seluruh sektor pendidikan, pelatihan, dan ketenagakerjaan. Pengembangan kurikulum KKNI memiliki peran diantaranya : 1) Pengembangan kurikulum berdasarkan KKNI   bersifat   lentur   (flexible)   sehingga   dapat mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan keilmuan, keahian dan keterampilan di tempat kerja serta selalu dapat diperbaharui secara berkelanjutan, dapat pula memberikan peluang seluas-luasnya bagi seseorang untuk mencapai jenjang kualifikasi yang sesuai melalui berbagai jalur pendidikan, pelatihan atau pengalaman kerja termasuk perpindahan dari satu jalur ke jalur kualifikasi yang lain. 2) Pengembangan kurikulum berdasarkan KKNI mencakup pengembangan sistem penjaminan mutu yang memiliki fungsi pemantauan (monitoring) dan pengkajian (assessment) terhadap badan atau lembaga yang terkait dengan proses-proses penyetaraan capaian pembelajaran dengan jenjang kualifikasi yang sesuai. 3) Pengembangan kurikulum berdasarkan KKNI mencakup sistem Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) sedemikian sehingga dapat menjamin terjadinya fleksibilitas pengembangan karir atau peningkatan jenjang kualifikasi. Penggunaan Pengembangan kurikulum berdasarkan KKNI  dapat dengan tepat memposisikan kemampuan lulusannya pada salah satu jenjang kualifikasi KKNI dan memperkirakan kesetaraannya dengan jenjang karir di dunia kerja.


Gambar 1: Penjenjangan KKNI melalui 4 jejak jalan (pathways) serta kombinasi ke-empatnya

Secara konseptual, setiap jenjang kualifikasi dalam KKNI disusun oleh enam parameter utama yaitu (a) Ilmu pengetahuan (science), (b) pengetahuan (knowledge), (c) pengetahuan prakatis (know-how), (d) keterampilan (skill), (e) afeksi (affection) dan (f) kompetensi (competency).

Salah satu orientasi kurikulum merdeka belajar adalah OBE. OBE adalah proses pendidikan yang berfokus pada pencapaian hasil konkret yang ditentukan (pengetahuan yang berorientasi pada hasil, kemampuan dan perilaku). OBE adalah proses yang melibatkan penataan kurikulum, penilaian, dan praktik pelaporan dalam pendidikan yang mencerminkan pencapaian pembelajaran dan penguasaan tingkat tinggi daripada akumulasi kredit. Terdapat lima prinsip OBE, yakni (1) fokus pada CP, (2) rancangan kurikulum menyeluruh, (3) memfasilitasi kesempatan belajar, (4) sesuai dengan pembelajaran konstruktif,  dan  (5)  menggunakan  siklus  Plan-Do-Check-Action  (PDCA).  CP  harus disusun berdasarkan visi dan misi PT dan tujuan program studi serta sesuai dengan Profil Lulusan dengan selalu menyesuaikan pada para pemangku kepentingan (internal dan eksternal). CP yang sudah sesuai menjadi tumpuan dalam merumuskan CPL, CPMK, dan sub-CPMK. Rancangan kurikulum harus ditinjau secara menyeluruh: CP, asesmen, dan pusat  pembelajaran  agar saling bersesuaian. Kesempatan belajar mahasiswa difasilitasi sampai  pada  bentuk  tugas,  projek,  praktik,  e-learning,  dan  mentoring.  Hal  ini  senada dengan sistem pembelajaran 4.0, yakni pembelajaran konstruktif yang dapat memfasilitasi terjadinya  kesesuian  antara  CPL/CPMK  dengan  aktivitas  pembelajaran  dan  asesmen Siklus pendidikan berbasis capaian program meliputi disain kurikulum, peta kurikulum, implementasi pembelajaran, asesmen MK dan CPL, benchmarking, tindak lanjut dan peningkatan mutu, sampai kemudian merevisi CPL yang terukur. Seluruh siklus tersebut dituangkan dalam dokumen kurikulum, RPS MK, Portofolio MK, dan Portofolio Prodi.

Kebijakan  Pemerintah  dengan  lahirnya  Perpres  Nomor  8  Tahun  2012  tentang Kerangka  Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan Permenristekdikti Nomor 44 tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN-Dikti) serta Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Pendidikan Tinggi mengindikasikan bahwa pendidikan tinggi harus mampu melahirkan manusia Indonesia yang cakap, berkarakter, dan berdaya saing. Kurikulum menjadi salah satu komponen yang dapat membawa misi pencapaian harapan (visi)  tersebut  untuk  menghadapi  tantangan  ke depan  atau menurut  Maksum  (2015:4) sebagai peta jalan menuju harapan, yakni manusia Indonesia yang hendak kita wujudkan. Perlu disadari bahwa tantangan generasi berubah dari waktu ke waktu, dan oleh karena itu pula, kurikulum tentu perlu menyesuaikan dengan kebutuhan zamannya. Masalah yang saat ini dihadapi adalah persoalan pergulatan” antara kurikulum sebagai dokumen dan kurikulum in action. Acapkali kurikulum sebagai dokumen telah tersusun dengan begitu baik, namun pelaksanaannya jauh panggang dari api”. Dalam konteks ini, peran pengelola kurikulum,  dalam  hal  ini  ketua  program studi dan peran pelaksana  kurikulum,  yakni dosen serta mahasiswa,  menjadi  sangat  urgen.  Ada  korelasi  yang  sangat  kuat antara kepemimpinan akademik dan kualitas dosen terhadap keberhasilan pelaksanaan kurikulum. Artinya,   semakin   tinggi   komitmen   kepemimpinan   akademik   dan   dosen   dalam melaksanakan kurikulum, semakin tinggi pula peluang keberhasilan capaian-capaian kurikulum.

Keunggulan kurikulum merdeka diantaranya : 1) lebih sederhana dan mendalam. Focus pada materi yang esensial dan pengembangan kompetensi peserta didik pada fasenya. Belajar menjadi lebih mendalam, bermakna, tidak terburu-buru dan menyenangkan, 2) lebih merdeka. Bagi peserta didik : tidak ada program peminatan di SMA, peserta didik memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat dan aspirasinya. Bagi guru : guru mengajar sesuai tahap capaian dan perkembangan peserta didik. Bagi sekolah : memiliki wewenang untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan karakteristik satuan pendidik dan peserta didik, 3) lebih relevan dan interaktif. Pembelajaran melalui kegiatan projek memberikan kesempatan lebih luas kepada peserta didik untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu actual misalnya isu lingkungan, Kesehatan, dan lainnya untuk mendukung pengembangan karakter dan kompetensi profil pelajar Pancasila.

 

SIMPULAN

 

Penjenjangan dalam KKNI memiliki karakteristik. dimana dalam Setiap deskriptor KKNI untuk pada jenjang kualifikasi yang sama dapat mengandung atau terdiri dari komposisi unsur-unsur keilmuan (science), pengetahuan (knowledge), pemahaman (know-how atau understanding) dan keterampilan (skill) yang bervariasi satu dengan yang lain. Hal ini berarti pula bahwa  setiap capaian pembelajaran suatu pendidikan dapat memiliki kandungan keterampilan (skill) yang lebih menonjol dibandingkan dengan keilmuan-nya (science), akan tetapi diberikan pengakuan penjenjangan kualifikasi yang setara. Karakteristik lainnya adalah jenjang kualifikasi yang semakin tinggi akan memiliki deskriptor KKNI yang semakin berkarakter keilmuan (science), sedangkan semakin rendah suatu kualifikasi akan semakin menekankan pada penguasaan keterampilan (skill). Indonesia mengalami kemerosotan di bidang pendidikan. Jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia menduduki peringkat di bawah negara-negara di Asia. Hal ini sangat berkatan dengan masalah-masalah kurikulum yang dihadapi Indonesia. Masalah kurikulum di Indonesia dapat diselesaikan  tidak cukup dengan mengganti namanya saja, melainkan harus melakukan perombakan secara menyeluruh dari kurikulum.

Terdapat implikasi yang kuat bagi peningkatan mutu pembelajaran jika kurikulum dapat dirancang secara optimal. Kondisi demikian berelasi dengan konsepsi-konsepsi perkembangan IPTEKS. Seperti dipahami bersama bahwa universitas tidak steril dari tuntutan dan perkembangan zaman. Kemampuan menyikapi tantangan dan kecenderungan zaman menjadi standar bagi sebuah universitas untuk tetap kompetitif. Tantangan dan kecenderungan   memaksa   dan   mengharuskan   universitas   untuk   menerapkan   logika korporasi dengan mengedepankan prinsip-prinsip efisiensi pembiayaan, perhitungan resiko, dan kemampuan prediktif. Untuk itulah, diperlukan pengerahan segenap potensi sumber daya universitas untuk melakukan inovasi. Inovasi merupakan bagian dari validasi dan perluasan keilmuan yang bermanfaat. Salah satu aspek yang penting untuk diinovasi adalah kurikulum. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa kurikulum merupakan salah satu komponen utama yang strategis di dalam sistem pendidikan. Asumsi ini memberikan dasar bahwa kurikulum tidak hanya berisi tujuan yang harus dicapai, melainkan juga memberikan pemahaman tentang pengalaman belajar bagi mahasiswa. Artinya, dalam perspekstif pembelajaran kurikulum merdeka belajar menjadi dasar yang kuat untuk menggerakkan komponen-komponen pembelajaran secara terintegrasi dan bermakna dalam menghasilkan lulusan yang unggul dan berdaya secara global.  

Dari sini bisa kami simpulkan bahwa pengembangan kurikulum berdasarkan KKNI dan berdasarkan kurikulum merdeka memiliki kecenderungan yang sama yakni mempersiapkan peserta didik untuk siap menghadapi dunia kerja dan tantangan jaman di dunia industry.

 

Saran

Persoalan yang sering kita temui di lapangan jangankan menyusun kurikulum, menjalankan kurikulum yang sudah ada sulitnya bukan main. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya kongkrit untuk mengiringi suksesnya penyempurnaan kurikulum ini. Langkah perbaikan itu ibarat pepetah tiada rotan akarpun berguna, maka pemerintah sebaiknya melakukan berbagai langkah perbaikan konsep dengan melibatkan berbagai unsur/Stakholders pendidikan dan melakukan studi/penelitian lebih mendalam sebelum kebijakan tersebut bergulir

DAFTAR PUSTAKA

 

Fatirul, Achmad, Noor, 2022. Perencanaan & Pengembangan Kurikulum. Surabaya: University Adibuana Press

 

Siska, Devi, 2019. Permasalahan kurikulum masa kini dan solusinya (Online) (https://siskadevie.wordpress.com/2019/02/27/permasalahan-kurikulum-masa-kini-dan-solusinya/), diakses 20 April 2022

 

Jendral, D., Riset, K., & Tinggi, P. (2015). KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Dokumen 001. 1–9.

 

Suryaman, M. (2020). Orientasi Pengembangan Kurikulum Merdeka Belajar. 13–28.